How I Treat My Pain

Untuk yang pernah meremehkanku sejak kecil. Terimakasih. Dendam ini membuatku tumbuh menjadi manusia yang lebih baik. Don’t worry ini bukan tulisan kebencian (hate speech), atau tulisan sang pendendam (revenge speech), apalagi tulisan yang mengajak kesedihan (pity party). I just wanna share what i want to share. Just for fun. This is my “unspoken feeling” selama puluhan tahun hidup bersama dendam positif yang berhasil membentuk diriku sekarang.

Untuk ibu teman kecilku yang pernah melarang anaknya main sama aku karna aku cuman anak bapak ibukku. yaiyalah 😀 I mean, aku cuman anak orang biyasah. huhu sedih. Bukan dari keluarga tijir milintir. Tidak pantas dijadikan teman untuk anak kesayangannya.

Aku hampir lupa tentang banyak kejadian hidupku di masa kecil. Tapi tidak untuk kasus ini. Membekas di relung hati paling dalam. Anak usia SD sekitar 9-10 tahun diremehkan, dipandang sinis, nggak ditawarin makanan kalok main kerumahnya. Giliran ada temen lain yang ikutan eh dia ditawarin makan. Aku enggak dong 😀 Pernah denger langsung dari bibir bapaknya temenku katanya jangan main sama dia nanti jadi bodoh. Ommoo sebodoh apakah aku sampai bilang begitu didepanku. Dikira anak kecil nggak bakalan inget apa ya. Aduh aku langsung lari pulang kerumah. Habis lari baru sadar ternyata aku kesana bawa sepeda wkwkw. hmmm balik lagi deh 😀

Mau aku critain gimana ibunya? lebih menyakitkan sih bahkan sekarang pun kalau ketemu aku ajak senyum aja berpaling. Aduh iya sih aku belum jadi apa-apa sekarang. Jadi wajar masih meng-underestimate-kan aku. Nggakpapa bu semangat ya membenciku 🙂

Oke aku berusaha tidak main lagi kerumahnya. Berusaha memahami bahwa memang jika belum punya apa-apa, orang yang meremehkan lebih banyak daripada yang menghargai. Dan aku nggak malu bilang begitu. Ketika aku diremehkan, aku mengerti bahwa sebenarnya aku lebih dari itu. Logikanya, aku merasa direndahkan karena aku tau bahwa aku lebih dari itu. You see?

Saat aku tumbuh dewasa, aku slalu berusaha untuk tak tertandingi dari anaknya. Setidaknya aku berusaha sama. Jangan sampai kalah. Selama bertahun-tahun aku dikuasai emosi yang ekstrem. Dendam yang kusebut sebagai dendam positif hanya untuk membuktikan bahwa aku tidak seremeh itu. Dendam yang aku jadikan sebagai bahan bakar untuk berkembang. Setidaknya untuk membuktikan bahwa bapak ibuku tidak gagal membesarkan aku. Mungkin aku tau kalian meremehkanku karna kondisi keluargaku? Ya anggap saja aku berjuang untuk membawa nama baik bapak ibuku sebagai orangtua yang tidak gagal mebesarkan anaknya. Itu saja. Kalian pasti sebel juga kan kalau orangtua kalian direndahkan dan efeknya sampai ke kamu juga? Well, membuat nama baik orangtua dan menjadikan mereka sebagai orangtua yang tidak gagal adalah prioritasku. Untuk saat ini dan selanjutnya.

Mungkin ini beberapa hal yang selama ini aku lakuin untuk mengobati sakit hatiku yang terbawa sejak kecil.

  1. Stop Menjadikan Diri Sendiri Sebagai Korban.
    Saat memposisikan diri sendiri sebagai korban dari kejahatan orang lain atau perbuatan orang lain, kita akan berusaha keras menyalahkan keadaan dan menyalahkan yang bersangkutan sehingga cenderung membela diri sendiri secara terus menerus. Akibatnya kita tidak berkembang. Sebenarnya hal itu tidak sepenuhnya salah. Bukan berarti kita harus menyalahkan diri sendiri juga. Belajar untuk menerima bahwa memang kita harus melalui keadaan ini. Belajar bahwa dengan cara ini kamu bisa punya self love yang bagus. Korban biasanya cenderung ingin membalasan atas perlakuan tersangka bukan? Sedangkan untuk hal ini kamu tidak perlu membalas perbuatan mereka. Cukup tunjukkan kualitas dirimu saja.
  2. Waktumu Terlalu Berharga Untuk Mengurusi Hal yang Tidak Penting.Belajar untuk tidak peduli dengan cemooh orang lain. Tetap menganggukan kepala atau sekedar tersenyum walaupun dibalas dengan kecut. Dalam hal ini aku berusaha tersenyum dengan si ibu itu walau tak dipandang sejenak pun wajah aku ini. Tapi nggakpapa. Bodo amat. Karena itu tidak penting. Yang penting kamu jangan membalasnya. Sekali lagi, tunjukkan kualitas dirimu.
  3. Cari Tahu Penyebab Orang Lain Meremehkanmu, Perbaiki.
    Mungkin, dulu beliau-beliau ini meremehkanku karena bapak ibuku hanya orang biasa. Berarti aku harus menjadikan mereka sebagai orangtua yang luar biasa. wauw. Maksutnya di sini adalah berusaha memperbaiki nama baik orangtua di hadapan mereka dan semuanya. Tidak melakukan kesalahan yang memalukan untuk keluarga. Yang membuat orangtua menjadi merasa gagal karena telah melahirkan kita. Walaupun kamu belum bisa banggain orangtua, jangan membuat kesalahan yang menjatuhkan harga diri orangtuamu di hadapan mereka. Tetap jaga nama baik orangtua. Tidak usah neko-neko. Misalkan lagi mereka meremehkan kita karena melihat diri kita ini penuh kekurangan, cobalah untuk instropkesi diri bahwa mungkin selama ini kita belum mengoptimalkan diri kita sendiri untuk berkembang menjadi lebih baik. Kekuranganmu bisa menjadi celah empuk bagi mereka untuk menjatuhkanmu. Jadi, lebih baik bagi kita untuk selalu berusaha menjadi versi terbaik dari diri kita. Melakukan hal-hal positif dan menemukan good circle sehingga mampu menjadikanmu manusia yang lebih baik bukan? Setidaknya kualitas dirimu akan perlahan terbentuk ketika apa yang kamu lakukan dan apa yang ada di sekelilingmu adalah hal positiv. Tunjukkan bahwa mereka telah salah menilaimu.
  4. Berterimakasihlah kepada orang yang telah meremehkanmu.
    Tidak perlu berterima kasih secara langsung ya wkwkw. Cukup ucapkan dalam hati. Terimakasih untuk keadaan waktu itu, berkat diremehkan aku bisa memicu diriku untuk menjadi manusia yang lebih baik dari saat itu. Berkat hal itu, aku atau mungkin kita bisa berjuang sejauh ini. Jika aku terlahir dari keluarga serba ada dan tidak ada yang berani meremehkanku, mungkin saat ini aku masih berada di zona nyamanku dan tidak berkembang dengan baik.

Well, remember this. Jadilah sekuat yang kamu bisa, tetap jadi diri sendiri dan jangan pedulikan siapapun yang berusaha ingin mengubah jati dirimu (Hipwee).

Semangat teman-teman 🙂

One thought on “How I Treat My Pain

Leave a Reply to A WordPress Commenter Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *