Self Development anak vs Materialisme orang tua

Hai tulisan ini aku ambil dari kisah nyata yang ditulis oleh akun facebok Ryan Asnan S yang dikirim langsung oleh atasanku di kantor melalui pesan pribadi. Menurutku cerita ini menarik makanya aku mau tulis kembali di blog ku. Semua aku tulis apa adanya tanpa ada penambahan kata atau rekayasa. 100% dari sumbernya.

Oke kita mulai ya.

diary senin 15 maret 2021, 11:22

pagi ini aku cukup terlambat untuk sarapan, padahal sudah bangun sejak jam 7 tadi
setelah lama berpikir akan makan apa, akhirnya aku memutuskan untuk sarapan soto di pasar colombo (jalan kaliurang) yang cukup dekat dengan kosku

sesampainya disana, ada menu yang menarik untuk aku coba, yaitu soto iso,
kupikir itu adalah soto dengan mi putih (di jawa kami biasa menyebutnya sohun), namun ternyata itu adalah soto dengan usus
dan sempat terjadi kebingungan karena si penjual menanyakan apakah perlu ditambah daging (sapi) atau tidak
sedangkan aku sendiri hanya untuk mau mencoba menu baru saja, jadi ya aku nurut saja sama penjual

di sebelahku ada seorang ibu ibu separuh baya yang menanyaiku atau lebih tepatnya mengajak untuk berbicara

awalnya dia bertanya diriku asalnya darimana, aku jawab saja dari solo namun saat ini di yogya cuma nge-kos saja
aku bercerita awalnya kerja di jakarta, namun karena pandemi akhirnya aku pulang ke yogya

ibu itu mengatakan untuk tenang saja karena mungkin setelah pandemi nantinya lapangan kerja akan melimpah kembali
ya mungkin saja ibu itu mengira aku dipecat karena pandemi corona

ibu itu mengatakan bahwa dia tinggal di perumahan banteng (dekat dengan pasar colombo)
lalu kami mulai saling bercerita panjang lebar
sampai ibu itu mengatakan bahwa suaminya baru saja meninggal 2 bulan yang lalu karena covid19

sontak aku pun cukup kaget mendengarnya
dia bercerita suaminya adalah seorang dosen UGM dan arsitek,
kala itu suaminya mengambil adanya proyek luar di daerah karanganyar
namun sayang dia terpapar virus covid19 dari rekan kerjanya

setelah bertemu dengan rekan kerjanya, beliau mengalami sakit panas selama 3 hari,
Kemudian beliau dilarikan ke rumah sakit RSUP dr sarjito dan langsung divonis terkena virus covid19

dokter menyarankan agar suaminya dipasang ventilator dengan biaya yang cukup besar yaitu sekitar 160jt
ibu itu tidak mempermasalahkan berapa besar biayanya, karena yang terpenting adalah semuanya bisa berjalan lancar

setelah dipasangi ventilator dan berjalannya perawatan, pada akhirnya virus covid19 itu hilang.
namun sayang seribu sayang, karena tiga hari setelah virus itu hilang organ paru paru suaminya membusuk dan pada akhirnya beliau meninggal

cukup menyedihkan ketika mendengar bahwa dari masuk rumah sakit hingga suaminya meninggal, ibu itu bahkan tidak bisa secara langsung menjenguk suaminya

saat itu total biaya perawatan mencapai 210 juta, namun karena dianggap sebagai KLB maka seluruh biayanya ditanggung oleh pemerintah alias ibu itu tidak membayar biaya sepersenpun (gratis)

saat ini ibu tersebut tinggal sendirian dirumahny
dia menceritakan bahwa betapa sulitnya hidup dalam kesendirian
bahkan sewaktu dia mengalami kecelakaan dia harus berangkat sendiri ke rumah sakit dengan naik grab (ojek online)
dia menunjukkan luka sobek di bagian pergelangan tangannya karena dia terjatuh saat mengepel lantai

si penjual pun mencoba bergabung dalam pembicaraan dengan menanyakan dimanakah anak anaknya sekarang
ibu itu bercerita bahwa dia hanya memiliki 1 anak dan sedang mengenyam pendidikan S3 di london
anaknya berkata tidak dapat pulang karena aturan di inggris yang cukup ketat


kami mengobrol cukup lama, sampai sampai kami pun berdebat soal pandangan kehidupan

awalnya ibu tersebut mengatakan anaknya itu susah sekali diatur
dengan kecerdasan yang ia miliki malah tidak dimanfaatkan dengan sebaik baiknya
ibu itu tidak habis pikir karena pemikirannya selalu bertolak belakang dengan pemikiran anaknya

namun aku mengira sepertinya ibu itu mencoba mengatakan bahwa yang dimaksud adalah karena si anak lebih suka dalam belajar hal baru utamanya teknologi
sedang ibunya hanya ingin mengejar kesuksesan dalam hal materi

jadi si anak ini adalah orang yang cukup cerdas, mungkin sudah turunan dari ayahnya yang seorang dosen
si anak ini lulus SMA dengan nilai yang mengagumkan, dia juga banyak diterima di universitas ternama di indonesia
hanya saja si anak ini lebih memilih UGM karena dinilai jauh lebih dekat dengan kediamannya

sewaktu memilih jurusan, ibunya ngebet bahwa anaknya harus kuliah di kedokteran
alasannya karena dokter memiliki gaji yang cukup tinggi
namun si anak lebih memilih jurusan teknik elektronika karena dia cukup tertarik dengan IT (di UGM belum ada teknik informatika S1, jadi yang mendekati hanyalah teknik elektronika)

dia pun lulus dengan nilai yang memuaskan dan mendapatkan predikat lulusan terbaik UGM
setelah lulus sebenarnya dia ditawari oleh banyak perusahaan besar dan bahkan universitasnya sendiri juga menawarkan dia untuk menjadi dosen bersama dengan ayahnya
namun dia malah memilih untuk magang di salah satu toko computer di yogya (namanya chika komputer kalau gak salah) sebagai teknisi

ibunya bener2 marah bukan kepalang, karena bukannya kerja di perusahaan gede atau jadi dosen malah pilih magang dengan gaji hanya 600rb (kalau tidak salah)
dia mengatakan “masak anakku yang lulusan terbaik UGM disuruh bawa ini bawa itu, ngerjain ini itu dan dibayar 600rb doang”
ibu itu seakan tidak bisa menerima semua keputusan tersebut

kemudian si anak ingin melanjutkan kuliah S2 teknik informatika di inggris,
lagi2 si ibu kurang setuju dengan keputusan tersebut meski mendapatkan adanya beasiswa, namun apa daya si anak jauh lebih tertarik dan ngebet untuk mengikuti passion nya

selain itu juga kelakuan anaknya ini terkadang membuat ibu ini bener2 gak habis pikir,
anak satu satunya kok ya bisa hidup dengan cara yang sederhana
dia malah nyaman nyaman saja ketika mengenakan pakaian seadanya,
bahkan motor nya pun sangat biasa biasa saja (kata si ibu sih jelek banget motornya)
dia juga sempat kecewa karena murid muridnya bawa mobil mobil bagus, eh dosennya malah kemana mana bawa motor butut

si anak tersebut sekarang sudah memiliki istri dan 2 orang anak
istrinya sendiri juga satu sepemikiran dengannya
kedua anaknya juga diajarkan dan dibesarkan untuk memiliki kepribadian yang kurang lebih sama (cukup sederhana)

istrinya adalah seorang dokter dan dia bekerja di salah satu puskesmas
istrinya ini enggan membuka klinik dan lebih memilih momong 2 anak setelah selesai bekerja di puskesmas
tentu saja si ibu itu cukup geram juga dengan keputusan menantunya tersebut (sebelas dua belas dengan suaminya)

sewaktu sebelum pandemi, si istri ini sebenarnya memulai usaha franchise martabak
dan dikatakan pula bahwa modal awal adalah sekitar 45 jt,
istrinya ini bahkan yang langsung membuat martabak tersebut,
jadi setelah si istri pulang bekerja dari puskesmas dia akan langsung membuat martabak
hanya sayangnya selama pandemi ini usaha franchisenya tidak beroperasi (kurang profit) yang diakibatkan oleh daya beli masyarakat yang rendah
sehingga sekarang kegiatan si istri sehabis dari puskesmas hanya momong anak saja

dan setelah menikah dengan istrinya, si anak itu bekerja sebagai dosen di UGM
itupun juga sebenarnya masih 3b (atau 3a gitu)
yang jelas gajinya gak gede gede banget, katanya cuma antara 1,5 jt sampai 2,1 jt
itu pun masih mending karena di awal mengajar, dia hanya mendapatkan 800rb,

sampai sekarang pun tingkah polah si anak masih tidak berubah
dia memiliki aktivitas segudang namun tidak pernah direstui oleh ibunya
seperti belajar S3 di inggris sembari mengajar sebagai dosen UGM (online) dan terkadang bekerja serabutan (tukang cuci piring, magang di tempat, dll)

yang pasti tidak money oriented namun self development oriented
karena jalan pemikiran tersebut sampai sampai si ibu itu mengatai bahwa anaknya itu ‘gila’

untungnya meski sering berkonflik dengan ibunya terkait pemikiran dan keputusannya, si anak ini masih menghormati orang tua
dia masih pulang dan masih saling berkomunikasi


menariknya ternyata ibu itu punya keponakan bernama todi adiyatmo yang mana dia adalah mantan bosku dulu di perusahaan tonjoo

dia menyesalkan, karena kalau memang sama sama suka dengan IT kenapa gak seperti sepupunya aja yang buka usaha IT,
kan enak ada keuntungan disitu
dia bercerita keponakannya yang bernama todi ini memulai usaha IT (startup) dan cukup sukses

BTW, aku baru tahu kalau ternyata mas todi ini anak tunggal dan istrinya adalah dokter gigi


sebenarnya aku sendiri hanya ingin menjelaskan ke ibu itu
memberikan pengarahan perihal pandangan ideologi yang digunakan oleh anak si ibu itu
aku paham betul kemana tujuannya,
si anak ini memang tidak menyukai dengan materialisme
harta dan tahta bukanlah sesuatu menarik baginya meski itu adalah hal yang sangat mudah diraih olehnya
namun hanya baru satu kalimat aku ucapkan si ibu itu terus menyanggahku, memotongku dan terus menyalahkan pemikiranku

walaupun sudah kujelaskan bagaimana orang orang besar semacam mark zuckerberg yang tetap tidak menginginkan kemewahan meski telah mendapatkan kesuksesan, tetap tidak didengar oleh ibu ini
ibu itu masih tidak mau menerima konsep “mencari ilmu dan saling berbagi itu ibadah” dari anaknya

si ibu itu intinya hanya menjelaskan buat apa mendapat ilmu (dalam hal ini bisa dikatakan kekuatan/keahlian) apabila setelahnya tidak digunakan untuk mendapatkan “materi” (uang)
posisiku disitu seakan mewakili posisi anaknya saja, dan posisi ibu ini juga seperti mewakilkan ibuku saja
aku sendiri secara pribadi sependapat dengan jalan pemikiran anaknya

obrolan (perdebatan) kami pun ditutup dengan ibu yang mengatakan bahwa “yang namanya ibu itu selalu benar”
kemudian diikuti seorang ibu ibu di samping yang mengamini (aku sendiri cukup kaget darimana si ibu yang satunya ini datang)

====================================================================================================

Semua orang cerdas tapi untuk sekarang yang juara adalah yang memiliki uang

sebenarnya semua orang itu cerdas kok
namun tidak setiap orang akan menghasilkan suatu kecerdasan yang sama, mereka hanya akan menggunakan kecerdasan (intelijensi) pada hal yang mereka sukai
seperti misal yang menyukai memasak dia akan mencurahkan kecerdasan dalam cara memasak agar hasilnya enak,
ya intinya setiap orang cerdas dalam bidang mereka masing masing

bahkan jika semisal kecerdasan ini merupakan suatu pemilihan kata atau istilah, maka tentu kecerdasan ini akan berbeda beda menurut dari latar belakang orangnya
berikut adalah beberapa pandangan orang yang berbeda latar belakang tentang “mengapa orang harus tetap belajar” :

  • bagi yang sosialita mereka akan cerdas dalam memilih kata kata yang hype (gaul), misal “nakal boleh, bego jangan”
  • bagi ilmuwan mereka akan cerdas dalam memilih kata kata yang lebih scientist, misal “Kecerdasan adalah kemampuan beradaptasi terhadap perubahan” (stephen hawking)
  • bagi pedagang mereka akan cerdas dalam memilih kata kata yang memberikan sugesti tentang guna fungsi suatu barang, misal “dengan kecerdasan tentu akan membuat masa depan lebih baik secara finansial”

tapi sayangnya di dunia ini yang paling berkuasa adalah uang/material
sehingga kecerdasan sendiri pun mungkin baru akan diakui jika itu berbentuk dalam uang,
misal

  • dokter lebih diakui daripada ilmuwan
  • pengusaha lebih diakui daripada pencipta produk
  • pemimpin/ceo lebih diakui daripada programmer

jadi mau bagaimanapun tentu yang terkuat adalah mereka para borjuis yang sudah secara turun temurun diberi kelebihan dalam finansial
mereka hanya perlu memperdalam ilmunya dalam hal keuangan
atau yah paling tidak bisa menjadi pemilik modal (saham) pun sudah cukup, asal tahu jika perusahaan tersebut profit dalam jangka waktu lama (minyak, listrik, air dll)


gue sadar betul ini bukanlah eropa
tapi negara dunia ketiga
uang menjadi sangat berharga disini
materialisme dan konsumerisme adalah yang utama disini

pernah kok gw tanya pada driver ojek online, dan ternyata dia lulusan teknik elektro universitas negri di malang
so teknologi dan pendidikan gak penting sama sekali di negara ini
semua serba uang.

Learn from Concept Women CEO Mindset

source @womenceomindset

What do you think about woman ceo mindset? Maybe you imagine a women follow any instagram about daily motivation especially in business, or women who always looks like work so hard in her business?

let me tell ya, The text above are true. As a woman, you have very likely sacrificed more than you expected in order to get your businness to where it is today. You’ve hired people to help you grow and you help other people to grow. You can create your own luck.

What about getting lucky in our life? Ya, Especially in businness. Make sure that you are not born to be lucky but you born to create your own luck. Just create your own version of getting lucky. Nobody are pure lucky before their create their own luck with the hardest time of try everything to make it happen.

You must have these skills to have women ceo mindset
1. Leadership
Why leadership is important? And why Leadership in number one? I think you all know about the definition of CEO. CEO means A chief executive officer (CEO) or the highest-ranking executive in a company, whose primary responsibilities include making major corporate decisions, managing the overall operations and resources of a company, acting as the main point of communication between theΒ board of directorsΒ (the board) and corporate operations and being the public face of the company. And how about people who want to be CEO but they don’t have leadership skills? Nothing.
2. Create a vision
Once the vision is created, a good leaders double it. Vision giving big energy to the company. Without visio? The company has no clear direction and purpose
3. Be Inspiring
Once you have a vision, and you can engage other people especially your stakeholder to work together to achieve the company goal and you automatically be inspiring. Why? Because as a CEO you can handle your team, your engaged to customer and have positive impact to others.
4. Create the right culture
A big part of making excellence a habit is making mistakes. A great culture make mistakes safe. not a metter of personal embarrassment or potential punishment.
6. Be innovated ??
7. Be adaptable ??
8. Please be nice to me (You must be nice to yourself before you nice to other people) ??

there are still many skills that we need to have a CEO’s mindset. Then what again? Wait for the next episode πŸ™‚

Tanda Tanya (?)

Lagi sering banget merasa pada titik, dimana aku mempertanyakan apa yang sebenarnya aku inginkan dalam hidup. Mempertanyakan segala keputusan yang telah diambil. Dan kembali merefleksi tujuan apa yang ingin aku capai sampai harus melakukan ini semua?

Ketakutan terbesar saat ini adalah mempertahankan sesuatu yang sebenarnya tidak layak untuk dipertahankan. Alih-alih mendapatkan apa yang kita jaga justru aku takut kehilangannya.

Atau, ternyata selama ini aku memperjuangkan suatu hal yang sebenarnya tidak usah diperjuangkan?

Selalu akan ada pertanyaan yang muncul tentang apa yang akan dan apa yang telah dilakukan. Tidak ada jawaban yang melegakan kecuali aku menciptakan jawaban itu sendiri seolah-olah bisa menjawab pertanyaan itu semua.

Kontribusi terbesar dari semua pertanyaan itu adalah ketakutan akan dikecewakan oleh orang lain, rasa trauma tentang kejadian yang menyesakkan dan ekspektasi masa depan yang masih abu-abu.

Oleh sebab itu, ini sedang mencoba untuk membatasi ekspektasi yang berkaitan dengan orang lain dan melakukan penerimaan diri sejujur-jujurnya. Ketika aku mengetahui apa yang sedang aku inginkan, setidaknya aku memiliki tempat pulang dari mencari jawaban-jawaban.

Apa yang bikin kamu kuat?

Disclaimer : Tulisan ini aku buat untuk teman baikku yang sedang berjuang untuk lebih kuat lagi. Aku tau dia kuat, dan faktor-faktor dibawah inilah yang merepresentasikan dirinya saat ini. Dia kuat dan hebat melebihi apa yang dia tau.

Let’s Check this out πŸ™‚

Kalau ditanya apa yang bikin kamu kuat, jawabannya banyak ya. Harusnya sih banyak karena kuat bisa datang dari mana saja. Bahkan kekuatan terbesar bagi seseorang adalah dirinya sendiri.

Tapi terkadang masalah yang datang bertubi-tubi seringkali bikin kita bertanya apakah ini sudah titik terendahku? Apakah nanti aku kuat atau lebih kuat dari ini? Tenang saja, semakin dewasa maka tidak hanya fisik kita saja yang tumbuh melainkan mental kita juga akan ikut bertumbuh. Oleh sebab itu, wajar jika rasanya masalah yang kita hadapi semakin kompleks tapi kita masih bisa tetap hidup sampai detik ini. Itu artinya kita kuat πŸ™‚

Lalu faktor apa saja yang mengindikasikan kalau kita memiliki mental yang kuat?

  1. Mulai mengandalkan diri sendiri melebihi apapun.
    Faktanya, terlalu berharap kepada orang lain dan mengandalkan mereka justru bikin kita tumbuh dengan mental yang lemah. Sebaik apapun mereka tetaplah manusia yang bisa kapan saja melakukan kesalahan dan membuat kita kecewa.
    Sebuah penelitaian dalam British Journal of Clinical Psychology mengatakan bahwa orang-orang yang memiliki kodependen yang tidak sehat cenderung lebih sering mengalami depresi secara berulang. Hubungan kodependen menandakan tingkat kedekatan yang tidak sehat terhadap hubungan manusia yang menyebabkan individu tersebut tidak memiliki kemandirian atau otonomi terhadap dirinya sendiri. Ya, intinya boleh kok minta tolong namanya juga manusia sebagai makhluk sosial asal jangan ketergantungan ya!
  2. Suka memberi tantangan kepada diri sendiri
    Percaya nggak sih, terlalu sering mengasihani diri sendiri justru bikin kita jadi orang yang mentalnya lemah? Penelitian yang didasarkan pada observasi tentang mengasihani diri sendiri sangat jarang, tetapi penelitian yang ada menunjukkan bahwa orang yang sering mengasihani diri sendiri cenderung mendramatisir keadaan yang dialaminya bahkan dia akan menganggap orang lain sebagai pemeran antagonis dalam kehidupannya. Orang dengan “penyakit” mengasihani diri sendiri cenderung manja dan kesepian. Oleh sebab itu, cobalah untuk selalu memberi tantangan kepada diri sendiri untuk mengukur dirimu yang dulu dengan versimu sekarang. Cukup kamu yang tau tantangan apa yang cocok untuk kamu lakukan supaya kamu bisa menjadi versi terbaik bagi dirimu sendiri.
  3. Berani bilang “NO”!
    Penelitian yang dilakukan di UC Berkeley menunjukkan bahwa semakin kita sulit berkata tidak untuk mengerjakan sesuatu yang mana kita sudah tau pasti bahwa kita tidak sanggup mengerjakannya ,maka kita memiliki peluang untuk depresi lebih besar. Orang yang memiliki mental kuat tau bahwa mengatakan “tidak” pada kondisi tertentu baik untuk kesehatan mereka lho. Mereka akan mudah mengatakan tidak karena menghormati komitmen yang sedang dikerjakannya saat ini sehingga bisa berhasil diwujudkan. Tidak hanya kepada orang lain, orang dengan mental yang kuat tidak segan mengatakan tidak untuk apa yang mereka inginkan demi menghindari tindakan impulsif terhadap dirinya sendiri seperti boros, malas, dan lain lain.
  4. Fokus mengontrol apa yang bisa dikontrol oleh diri sendiri.
    Sudah mengerjakan skripsi rajin, tapi mendapatkan dosen yang susah sekali dihubungi. Apakah aku harus mendatangi dosennya lalu marah-marah? Atau terburu-buru masuk kelas pagi tapi jalan rame macet banget. Apakah aku harus terbang supaya cepat sampai kampus? Imposible kan? Terkadang, ada beberapa hal yang tidak bisa kita kontrol keadaannya. Satu-satu nya cara untuk menghadapi hal tersebut adalah kita berusaha fokus terhadap apa yang bisa kita kontrol yaitu diri kita sendiri. Sikap kita dalam menghadapi beberapa hal yang di luar batas kemampuan kita. Fokus mengolah sikap supaya keadaan yang buruk tidak semakin buruk karena kita tidak bisa mengontrol diri sendiri padahal sangat bisa.

Sebenarnya masih banyak hal yang menunjukkan kalau kamu kuat dan hebat. Tapi, gambaran besarnya sudah aku tulis di atas ya πŸ™‚

Jadikan dirimu sendiri nomor satu. Tetapkan standar versi terbaik dari dirimu menurutmu sendiri πŸ™‚ This bitterness is only temporary !

Berdamai Dengan Musuh Seperti Kembali Membuang Sampah Pada Tempatnya

Aku pernah ngrasain nggak suka dan benci sama orang bertahun-tahun lamanya. Dan itu nggak cuman dua atau tiga tahun tapi lebih dari itu. Setiap hari males banget denger nama dia. Tiap pikiran lagi kacau trus tiba-tiba liat muka dia rasanya emosi jadi berkali-kali lipat padahal cuma liat muka nya aja dan dia enggak lakuin apapun lho. Apalagi orang itu termasuk yang sering aku temui. Ya, mau nggak mau.

Tau nggak sih ternyata membenci seseorang itu membutuhkan lebih banyak energi. Kenapa begitu? Karena seiring berjalannya waktu respon membenci seseorang mampu memberi tekanan pada tubuh kita dan menjadikan kita lebih skeptis terhadap tindakan mereka yang kita benci. Beda halnya jika kita merasa netral terhadap orang lain. Itulah yang aku rasakan beberapa tahun tersebut.

Akhirnya aku coba membereskan hatiku setelah liat tulisan dari @duduk.dulu tentang rasa benci yang kita alami bisa menjadi alasan kita untuk berterimakasih. Menurutnya, kebencian itu terkadang cuma jadi pintu, tempat banyak luka menumpang untuk keluar tapi sebenernya malah kembali semakin besar. Rasanya, kesalahan orang lain jadi tempat ternyaman buat buang amarah. Malah, kok kita jadi enggak tanggungjawab dengan luka kita sendiri. Seperti, buang sampah sembarangan.

Aku ibaratkan amarah dan benci itu seperti sampah yang harus dibuang di tempat sampah, namanya juga tempat sampah. Benda mati, bukan benda hidup apalagi makhluk hidup seperti sesama manusia.

Tapi, kalau sampah dibuang di benda mati apa kita harus melampiaskan emosi dengan memukul keras pintu dan semacamnya? kan dia benda mati. Ya, lebih baik gitu daripada lampiasin ke manusia atau hewan yang ujung-ujungnya menyakitkan.

Tapi, ada cara terbaik buang sampah tanpa harus membuangnya ke tempat apapun yaitu mengolahnya. Mengolah sampah menjadi sesuatu yang bernilai kenapa enggak? Artinya, mengolah rasa benci dan emosi menjadi energi positif yang manfaatnya bakal balik lagi ke diri kita sendiri.

Kalau aku bisa lakuin itu, aku udah belajar untuk berdamai dengan diri sendiri. Dan itu ngaruh banget di kestabilan emosiku yang sebelumnya naik turun.

Berdamai dengan diri sendiri, nggak lantas kita harus memaafkan mereka yang sudah menyakiti kita. Soal memafkan itu relatif dan itu hak setiap orang yang nggak bisa di ganggu gugat. Maksut berdamai dengan diri sendiri menurut aku kita berusaha memafkan diri kita yang selama ini sudah berlelah-lelah membuang energi hanya untuk membenci orang lain dan kembali menata ruang hati kita untuk dikelola dan diisi dengan memori yang lebih baik.

Percaya nggak percaya, hal itu bisa bikin kita memafkan mereka secara perlahan karena mindset dan hatimu sudah terisi dengan hal positif. Ruang penyimpanan negatifmu sudah tergeser. Dan selamat datang dengan hati baru yang lebih baik.

Aku sedang mencoba ini, semoga aku berhasil πŸ™‚

Usia 20-an, saatnya melakukan penerimaan diri.

Perilaku orang lain dan perkataannya yang di luar kuasa kita, memaksa untuk segera melakukan penerimaan diri sebelum semuanya terlambat.

Beberapa temenku dan temennya temenku yang numpang curhat lewat temenku (bingung ya :D) sering cerita tentang emosi mereka yang akhir-akhir ini naik turun karna dikit-dikit tersulut emosi atas perkataan atau sindiran orang-orang sama mereka. Parahnya lagi yang sering menyulut emosinya itu datang dari ortu atau keluarga bahkan kerabat dekatnya. Gimana nggak nggonduk tuh? Aku sampai bingung juga kalau yang memberikan kontribusi terbesar atas rasa down itu adalah keluarga. Bingung mau kasih solusi gimana.

Coba deh kamu tanya ke dirimu sendiri kira-kira kenapa orang terdekatmu sampai kayak gitu sama kamu, apakah karna kamu yang terlalu ngeyel dan nggak serius kuliah atau gimana? kalau kamu merasa usaha terbaik sudah dilakukan dan orang terdekatmu masih seperti itu, cukup tanyakan kabar dirimu sendiri dan katakan terima kasih karna sudah mau bertahan sejauh ini. Setidaknya kamu enggak bunuh diri atau lari ke diskotik untuk melampiaskan emosimu. Katakan sekali lagi, terimakasih untuk diri sendiri.

Oke lanjut.

Usia 20-an, saatnya kita mulai menerima kondisi diri sendiri. Memahami bahwa konsep sukses setiap orang berbeda. Memahami bahwa kebahagiaanmu bukan konsumsi publik atau kesedihanmu bukan lagi konsumsi publik. Mulai aware sama apa mau kita bukan apa mau mereka.

Mulai pecah mimpi-mimpimu menjadi rencana-rencana konkret yang bisa kamu lakukan saat ini juga. Tidak perlu tergesa-gesa, yang terlalu cepat juga akhirnya melambat karna ternyata belum sesuai sama porsinya. Contohnya mau lulus cepet. Yaudah yang penting cepet aja, nggak tau habis lulus mau ngapain. Dia mungkin saat ini selangkah lebih maju dari temannya yang masih skripsian. Tapi, siapa sangka setelah lulus cepat kehidupannya malah jadi melambat karna waktunya habis untuk mencari pengalaman yang belum sempat dia lakukan saat masih jadi mahasiswa. Sedangkan yang masih skripsian diam-diam sudah full experience sehingga begitu lulus nggak perlu melambat lagi, karirnya bisa cepat melesat meninggalkan yang masih mencari pengalaman ini itu padahal lulus cepat.

Self Acceptance merupakan kemampuan untuk menerima dan menghargai atas apa yang dimiliki oleh diri sendiri. Sangat sulit memiliki kemampuan ini bagi kita yang terbiasa mempersilahkan orang lain mencampuri kehidupan pribadi kita lho padahal ini adalah kemampuan kunci untuk mencapai kebahagiaan dan kesuksesan bagi kita.

Mulai menerima kelebihan sekaligus sepaket dengan kekurangan kita. Tanyakan kabar setiap hari kepada diri sendiri juga termasuk langkah awal memiliki kemampuan self acceptance itu. Hai, gimana kabarku? Apa saja yang sudah aku lakukan? Bagaimana perasaanku hari ini? Jangan lupa slalu memaafkan diri sendiri jika kita merasa telah melakukan hal yang tidak sesuai dengan rencana. Lupakan perkataan menyakitkan orang lain atas dirimu dan maafkanlah mereka.

Oiya, jangan sampai orang lain ikut mengkhawatirkan dirimu atau masa depanmu melebihi dirimu sendiri ya. Kamu bukan lagi balita yang memerlukan kendali lagi. Lakukan apa yang membuatmu menjadi lebih baik menurut versimu bukan versi mereka. Tetapkan standar untuk diri kita sendiri. And let’s be happy πŸ™‚

Memaknai ke-PAMER-an status orang lain

Baca secara runtut sampai akhir ya, ini bukan Hate speech kok :’)

Aku mulai oke.

Jaman sekarang lagi happening banget ya bikin status whatsap atau instagram dengan nasehat-nasehat baik? Ada baiknya sih tapi suka gemesh gitu sama orang-orang yang aslinya nggak kayak gitu tapi sok-sok an bikin status nasehat. Apalagi kita tau bener thu apa yang dia lakuin sehari-hari.

Lagi solat aja dibikin status padahal solatnya bolong-bolong kayak sapi ompong. Ngapainn solat kan kewajiban kenapa sih harus diperlihatkan banget. Ya semua orang islam emang harus solat kali. Ibadah itu urusan diri sendiri sama yang di atas. Yang diperlihatkan ke manusia ya hubungan kita sebagai sesama manusia aja. Gitu lho maemunah.

Menurut penelitian (Sumber mojok.co), kita membicarakan diri sendiri sebanyak 30-40% dari keseluruhan pembicaraan yang kita lakukan dalam sehari. Rasa narsis yang kita miliki ini nggak bisa lepas dari bawaan otak purba kita yang selalu ingin pamer supaya bisa diterima oleh lingkungan dimana kita berada. Yang membedakan manusia modern dengan manusia purba ya hanya dari cara capernya aja.

Manusia purba caper dengan banyak berburu makanan agar bisa diandalkan oleh lingkungannya. Sedangkan manusia modern caper ya dengan banyak-banyak update status di sosial media πŸ˜€ Nah thu parahnya lagi semenjak kemunculan media sosial angka kecaperan kebanyakan manusia modern meningkat jadi 80%. Itulah kenapa banyak status orang yang aku bisukan. Nggak bagus tauk sering liatin status orang lain. Nggak bagus untuk kesehatan mental kita. Apalagi orang yang kita benci. Boro-boro liat statusnya. Simpen nomer dia aja males banget. Sayang sama hati dan pikiranku kalau harus sering liatin status orang yang kubenci. Bukan malah reda, jadi tambah benci nanti πŸ™‚ Oiya kalau kamu nggak suka atau benci sama orang, hapus nomernya, blokir instagramnya, dan jangan tengok apapun yang berkaitan dengan orang itu. Rasa bencimu justru akan sembuh lama-kelamaan. Aku sudah membuktikan sampai sekarang. Dan alhamdulillah mental ku tetap sehat karena yang ada dalam jangkauan mata ku hanya orang-orang yang aku sukai πŸ™‚

Oiya balik lagi sama pamer status tentang nasehat atau ibadah. Sebel sih iya tapi kalau mau liat dari sisi positifnya dia bisa jadi pengingat untuk kita biar nggak kayak gitu haha. Eh, bukan coba kita liat dari niatnya. Semua kan tergantung niat kan? Siapa tau dia membuat status kayak gitu karna ingin menyadarkan orang tertentu, atau memberikan informasi yang baik kepada yang lainnya. Its okay. Karena, status nasehat lebih baik daripada keluh kesah atau omelan. Bagaikan dua mata pisau.

Tapi, Membuat status nasehat padahal sebenernya menyindir? Buanyaaak thu yang kayak gitu. Tulisannya hadist riwayat Umar Bin Khatab padahal aslinya pengen nyindir si A. jangan deh, itu justru bikin kamu nggak high level πŸ˜€ ini yang super duper buanyakk. Biar keliatan berkelas, nyindirnya pakai kata-kata bijak. Hareudangg sama aja bambangg. Ujung-ujungnya pamer. Pamer ni lho aku berkelas, sabar, dan bijaksana tidak mengeluarkan kata kotor karna nyindir pakai kata-kata mutiara wkwkwk. Inget, niatnya nyindir kan? Salah ya πŸ™‚ Simpan nasehat itu untuk dirimu sendiri. Bagikan nasehat itu kepada orang yang memerlukan tanpa harus merasa menggurrui. Dan yang paling penting daripada sering bikin status kayak gitu, lebih baik langsung implementasi saja. Setidaknya kamu akan langsung memberi contoh yang real kepada adikmu, tetanggamu, atau orang terdekatmu. Statusmu juga gk bakal ngaruh banyak ke orang yang jauh disana selama nasehat itu bukan keluar dari mulutmu sendiri.

Nah, sebenernya aku pro atau kontra sama orang yang suka pamer di status? Silahkan berargumen sesuai versi masing-masing ya, because you are what you think πŸ˜€

SELF LOVE PART2 (Kesalahan Besar)

story ini diadopsi dari tulisan Philipmulyana yang relate sama kita yang memiliki self love tinggi. With great (earning) power, comes great responsibility.

Sama seperti tulisanku sebelumnya mengenai self love, kali ini aku mau lanjutin tentang gimana kita bisa memiliki self love secara proposional. Artinya,hal yang kita lakuin jadi pas dan nggak berlebihan.

Orang yang nggak paham banget soal self love, pasti bakal kejebak sama yang namanya instant gratification. Aku bilang gini bukan berarti ngerti dan paham betul tentang self love, tapi aku coba renungin tulisan Philipmulyana yang aku kaitin sama kehidupanku dalam ber-self love selama ini. Daan ternyata salah besar.

Instant gratification artinya semacam instant reward yang sering kita kasih ke diri kita setelah melakukan kerja keras bagai quda. Secara harfiah, kita sebagai manusia selalu mencari kesenangan dari sebuah reward. Apa yang menjadi reward kita kalau udah kerja keras bagai quda selama ini? Tas, Sepatu, Skincare, Liburan buta? Nah itu aku banget. Jadi sering banget aku kasih reward ke diri sendiri karna ngrasa udah capek kuliah, kerja, jualan, dan bantuin orang tua di rumah. Apalagi kalau dikaitkan sama achievment darii nol sampai sekarang. Rasanya kayak pantes banget diri ini dapetin yang lebih bikin seneng. Lagi, dan lagi.

Setelah baca tulisan dari Philipmulyana, kayak jadi sadar banget selama ini salah. Stop justifikasi instant gratification karna kita masih muda, perjalanan hidup masih panjang, dan tanggung jawab juga makin banyak.

Justru, self love yang bener itu kita nggak perlu buy anything we want atau pergi liburan sampai ngabisin duit. Kalau aku simpulin dari tulisan mbak Analisa, memberikan kesempatan diri kita berproses dan mendengarkan apa mau diri ini termasuk self love lho. Contohnya mengasihani diri kita dengan olahraga karna tubuh kita butuh treatment yang baik. Mencukupi jam tidur yang selama ini terampas sama keegoisan kita yang lebih milih scroll instagram atau overthingking di jam-jam yang harusnya dipakai buat istirahat. Ikutan kelas online atau belajar bahasa lain buat meningkatkan kemampuan kita. Oiya jangan lupa belajar berinvestasi juga termasuk self love jangka panjang lho. Pokoknya menjadikan diri kita sosok yang berkualitas sesuai porsi diri kita sendiri menurutku udah jadi self love yang bener.

Sesekali mau beli baju, tas, atau pergi liburan juga tidak masalah. Kita yang lebih tau kondisi dan apa maunya diri ini. Tetapkan batasan yang sesuai kemampuan. Percaya nggak percaya aku juga baru mulai lakuin ini belum ada seminggu. πŸ˜€ tapi semoga bisa istiqomah buat mendengarkan inner voice yang ada di diri ini. Karna nggak ada yang lebih tau apa mau diri ini selain diri ini sendiri.

TOXIC FAMILY?

Baca sambil dengerin lagu nya Saykoji judulnya Jalan Panjang πŸ™‚

Oke mulai.

Hai July, hari ini aku mau sharing cerita yang mungkin jadi beban pikiran aku, kamu atau kita. Mungkin.

Jadi, beberapa temenku sering curhat sama aku tentang toxic family. Keluarga tapi racun. Gimana bisa? Bisa dong. Banyak kok yang dia tumbuh besar di lingkungan yang toxic. Bikin kita jadi depresi muda karna dituntut banyak hal yang nggak seharusnya kita lakuin sekarang. Aku bilang sekarang ya, karna aku yakin kita semua bisa lakukan segala hal tapi bukan sekarang waktunya. We all have the right time to grow. Tapi kenyataannya kita harus melakukan semua secara premature dengan label tuntutan orang tua, kakak atau adik. Kadang mereka nggak secara langsung menuntut tapi dengan kondisi yang diberikan ke kita saat ini bikin kita harus menuntut diri sendiri untuk lakuin hal itu. You see?

Pernah denger orang tua toxic? Atau kakak toxic? Memberikan tuntutan tapi nggak mau kasih contoh yang baik. aku mau sharing kasus tentang anak yang nggak langsung dapet kerja setelah lulus. Atau susah cari kerja karna kondisi pandemi yang semrawut kayak gini. Harusnya sebagai orang tua nggak bisa dong men-generalisasikan semua anak di dunia ini sama. Kembar aja beda bakat kemampuannya. Beda juga keberuntungannya. Kenapa sih harus dituntut untuk sama dengan anak orang lain yang harus kerja sekarang juga? Selagi kita nggak bikin mereka beban atau nakal atau merugikan orang tua, kenapa orang tua harus keluarin kata-kata yang menyakitkan untuk anak mereka? Anak tetaplah anak yang segede apapun dia perasaanya masih aktif, punya pikiran yang bisa jadi sangat amat terganggu dengan omongan toxic dari orang tua. Lebih parah lagi orangtuanya masih lengkap dan masih kerja tapi tetap menuntut anaknya sesuai keinginan mereka.

Kenapa sih orang tua bisa jadi toxic? Mungkin karena mereka terlalu berekspektasi tinggi tentang anaknya untuk menjadi seseorang yang sukses, tapi ekspektasi yang terjadi tidak sesuai dengan realita. Akhirnya mereka menjadi toxic untuk anak. Padahal anaknya masih dibawah usia 27 tahun. Budaya juga berpengaruh sih sepertinya. Tau sendiri kan di Indonesia masyaraktnya beberapa masih marginal. Jadi mereka akan melakukan investasi ke anak dengan harapan anaknya mampu untuk mengubah nasib mereka saat sudah dewasa. Tidak ada yang salah dengan persepsi ini. Akupun nanti kalau sudah punya anak berusaha untuk menjadikan mereka sukses. Tapi nggak dengan cara menjelma jadi toxic family.

Jack Ma pernah bilang ketika usiamu masih 25 tahun berkembanglah, buatlah cukup kesalahan, jangan khawatir untuk jatuh, kamu masih bisa bangkit. Andai banyak orang tua yang memahami hal itu.

Lucu juga kebanyakan orang tua di Indonesia sering menuntut anak untuk menjadi ini itu tapi sejak kecil tidak dibekali ilmu yang cukup. Cuman disekolahin aja di sekolah yang bagus. Pas udah gede ternyata nggak sesuai eksptektasi padahal udah merasa keluarin duit banyak buat sekolahin anak. Mau minta timbal balik malah anaknya nggak juga dapet kerjaan. Bahkan sering juga mereka ribut nggak jelas, nggak dukung anak secara moral dan spiritual, anak mau fokus belajar malah stress. Anak wajib solat tapi orang tua nggak mau solat. Berharap anaknya bisa menjadi penolongnya di akhirat sedangkan orangtua malas ibadah. Pas udah gede anaknya nggak mau pakek jilbab, jarang solat. Orangtua marah kecewa karena merasa udah bayar mahal guru ngaji dan sekolah islami yang mahal tapi anak lagi-lagi nggak sesuai ekspektasi. OMG mana mungkin pepaya mengashilkan strawberry hanya karena pohonnya tumbuh di kebun strawberry? Imposible.

Untuk kamu yang tumbuh di lingkungan toxic, tidak mendapat dukungan dari keluarga, harus berjuang sendirian tapi masih punya impian dan cita-cita. You are not stupid. You just in the wrong place. Tetaplah sayangi orang tua kita, buktikan kita bisa melewati ini semua dengan baik. Tapi berjanjilah suatu hari nanti untuk menjadi orang tua yang baik dan membangun keluarga baru yang jauh dari sebutan toxic family.

Kalau kamu punya kakak tapi sama saja nggak mau kasih dukungan ke kamu, biarkan. Ingat saja kebaikannya yang dulu pernah dikasih ke kamu even itu pas kamu kecil. Saat ini, kalau kamu punya adik jangan biarkan adikmu merasakan apa yang kamu rasakan. Cukup kamu yang nggak dapet kasih sayang dari kakak, adikmu jangan sampai. Berjanjilah untuk tidak peduli dengan ekspektasi orang lain padamu. Keep on your track. Keep on your dream. You are great. Semangat.

Lanjut besok lagi ya πŸ™‚

Disclaimer : Cerita ini sebagian aku rangkum dari pengalaman beberapa temenku yang sering curhat ke aku.

FOR YOU
I hate it when people say, “they are still your family”.
Just because someone is your family doesn’t mean you have to keep them in your life if they are toxic.
Bloods means nothing sometimes.
Don’t let people guilt you into being in contact with someone who isn’t good for your mental health. (unknown)

TALK #1 kapan nikah

Setting tempat di warung sop iga jalan Imogiri. Siang yang panas bikin kepala cekit-cekit, sekitar jam 12. Aku coba sruput es teh pakai sedotan. Eh bukan sruput tapi sedot. Iya, aku coba sedot es teh pakai sedotan. Lalu aku mulai pembicaraan.

(?) Hon, Tadi aku bikin QnA di instagram. Semua orang boleh tanya apapun. Bebas. Tau nggak hampir semua tanya kapan kita nikah haha πŸ˜€ Lucu nggak sih umur kita lagi 22 tahunan dikasih pertanyaan itu. Malah nggak ada tuh yang nanyain habis kuliah mau usaha apa? Mau kerja atau S2? Aduh bingung juga sih jawabnya kalau ditanya kapan nikah.

(?) Yaudah deh nggak usah pusing, coba kamu liat siapa yang nanya kayak gitu dan tebak aja motif mereka nanyain itu kenapa. Bisa jadi cuman bercanda doang kan?! πŸ˜€

(?) Tapi si fulan itu umur 20 tahun dah nikah tuh. Sekarang kayaknya happy ya udah punya anak. Adem gitu liatnya. Kadang pengen juga aku thu ada yang nemenin kemana-kemana, semua yang dilakukan berpahala, dan bisa nambah keluarga besar. Bonusnya bisa bebas peluk kapan aja :’)

(?) Hon, kamu Pengen doang? Pengen sama siap beda atuh. Coba kamu siap enggak nanti tiba-tiba gendut soalnya hamil gede. Trus cita-citamu yang mau jadi dosen apa kabar? Padahal cita-citamu hadir lebih dulu daripada kehadiranku. Kok bisa kehadiranku sampai menggeser cita-citamu cuma demi “pengen” nikah semata? Oiya sampai sekarang udah bisa bikin seneng bapak sama ibu apa aja? coba jelasin atuh.

(?) Tapikan nikah bukan berarti aku nggak bisa jadi dosen kan? Nikah juga bukan berarti kita nggak bisa nyenengin bapak sama ibuk kan?

(?) Iya, tapi setelah menikah prioritas kita udah beda dong. Alangkah baiknya sebelum nikah kita udah bisa mencapai keinginan dasar kita dulu sebagai individu supaya nanti prioritas kita nggak kebagi-bagi karena kalau udah nikah semua akan jadi cita-cita kita. Bukan lagi cita-citaku atau cita-citamu. Jangan egois semuanya mau di embat aja.

(?) Tapi bukan berarti mereka yang udah nikah muda kehilangan cita-cita kan? Bisa jadi emang mereka udah dikasih rejeki lebih cepet dan kesiapan yang lebih cepet buat nikah. Jadi kita nggak bisa meng-generalisasikan semua hal termasuk pernikahan. Semua punya waktunya masing-masing.

(?) Nah, bener banget. Yang salah itu mereka yang nanya terus kapan nikah. Jodoh, maut, rejeki kan Tuhan yang ngatur. Kita cuman bisa berencana. Yang penting kita jangan aneh-aneh dulu kalau emang belum siap.

(?) Aneh-aneh gimana?

(?) aishhh sini cubit dulu πŸ™‚

Lanjut besok lagi ya.

CLOSING

Pernah baca kutipan kalimat entah dari siapa aku lupa, isinya gini :
Lebih baik telat menikah daripada salah nikah.
Lebih baik telat punya anak daripada salah ngasuh anak.
Tuhan pasti tau kebutuhan kita.