Berdamai Dengan Musuh Seperti Kembali Membuang Sampah Pada Tempatnya

Aku pernah ngrasain nggak suka dan benci sama orang bertahun-tahun lamanya. Dan itu nggak cuman dua atau tiga tahun tapi lebih dari itu. Setiap hari males banget denger nama dia. Tiap pikiran lagi kacau trus tiba-tiba liat muka dia rasanya emosi jadi berkali-kali lipat padahal cuma liat muka nya aja dan dia enggak lakuin apapun lho. Apalagi orang itu termasuk yang sering aku temui. Ya, mau nggak mau.

Tau nggak sih ternyata membenci seseorang itu membutuhkan lebih banyak energi. Kenapa begitu? Karena seiring berjalannya waktu respon membenci seseorang mampu memberi tekanan pada tubuh kita dan menjadikan kita lebih skeptis terhadap tindakan mereka yang kita benci. Beda halnya jika kita merasa netral terhadap orang lain. Itulah yang aku rasakan beberapa tahun tersebut.

Akhirnya aku coba membereskan hatiku setelah liat tulisan dari @duduk.dulu tentang rasa benci yang kita alami bisa menjadi alasan kita untuk berterimakasih. Menurutnya, kebencian itu terkadang cuma jadi pintu, tempat banyak luka menumpang untuk keluar tapi sebenernya malah kembali semakin besar. Rasanya, kesalahan orang lain jadi tempat ternyaman buat buang amarah. Malah, kok kita jadi enggak tanggungjawab dengan luka kita sendiri. Seperti, buang sampah sembarangan.

Aku ibaratkan amarah dan benci itu seperti sampah yang harus dibuang di tempat sampah, namanya juga tempat sampah. Benda mati, bukan benda hidup apalagi makhluk hidup seperti sesama manusia.

Tapi, kalau sampah dibuang di benda mati apa kita harus melampiaskan emosi dengan memukul keras pintu dan semacamnya? kan dia benda mati. Ya, lebih baik gitu daripada lampiasin ke manusia atau hewan yang ujung-ujungnya menyakitkan.

Tapi, ada cara terbaik buang sampah tanpa harus membuangnya ke tempat apapun yaitu mengolahnya. Mengolah sampah menjadi sesuatu yang bernilai kenapa enggak? Artinya, mengolah rasa benci dan emosi menjadi energi positif yang manfaatnya bakal balik lagi ke diri kita sendiri.

Kalau aku bisa lakuin itu, aku udah belajar untuk berdamai dengan diri sendiri. Dan itu ngaruh banget di kestabilan emosiku yang sebelumnya naik turun.

Berdamai dengan diri sendiri, nggak lantas kita harus memaafkan mereka yang sudah menyakiti kita. Soal memafkan itu relatif dan itu hak setiap orang yang nggak bisa di ganggu gugat. Maksut berdamai dengan diri sendiri menurut aku kita berusaha memafkan diri kita yang selama ini sudah berlelah-lelah membuang energi hanya untuk membenci orang lain dan kembali menata ruang hati kita untuk dikelola dan diisi dengan memori yang lebih baik.

Percaya nggak percaya, hal itu bisa bikin kita memafkan mereka secara perlahan karena mindset dan hatimu sudah terisi dengan hal positif. Ruang penyimpanan negatifmu sudah tergeser. Dan selamat datang dengan hati baru yang lebih baik.

Aku sedang mencoba ini, semoga aku berhasil 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *