TOXIC FAMILY?

Baca sambil dengerin lagu nya Saykoji judulnya Jalan Panjang 🙂

Oke mulai.

Hai July, hari ini aku mau sharing cerita yang mungkin jadi beban pikiran aku, kamu atau kita. Mungkin.

Jadi, beberapa temenku sering curhat sama aku tentang toxic family. Keluarga tapi racun. Gimana bisa? Bisa dong. Banyak kok yang dia tumbuh besar di lingkungan yang toxic. Bikin kita jadi depresi muda karna dituntut banyak hal yang nggak seharusnya kita lakuin sekarang. Aku bilang sekarang ya, karna aku yakin kita semua bisa lakukan segala hal tapi bukan sekarang waktunya. We all have the right time to grow. Tapi kenyataannya kita harus melakukan semua secara premature dengan label tuntutan orang tua, kakak atau adik. Kadang mereka nggak secara langsung menuntut tapi dengan kondisi yang diberikan ke kita saat ini bikin kita harus menuntut diri sendiri untuk lakuin hal itu. You see?

Pernah denger orang tua toxic? Atau kakak toxic? Memberikan tuntutan tapi nggak mau kasih contoh yang baik. aku mau sharing kasus tentang anak yang nggak langsung dapet kerja setelah lulus. Atau susah cari kerja karna kondisi pandemi yang semrawut kayak gini. Harusnya sebagai orang tua nggak bisa dong men-generalisasikan semua anak di dunia ini sama. Kembar aja beda bakat kemampuannya. Beda juga keberuntungannya. Kenapa sih harus dituntut untuk sama dengan anak orang lain yang harus kerja sekarang juga? Selagi kita nggak bikin mereka beban atau nakal atau merugikan orang tua, kenapa orang tua harus keluarin kata-kata yang menyakitkan untuk anak mereka? Anak tetaplah anak yang segede apapun dia perasaanya masih aktif, punya pikiran yang bisa jadi sangat amat terganggu dengan omongan toxic dari orang tua. Lebih parah lagi orangtuanya masih lengkap dan masih kerja tapi tetap menuntut anaknya sesuai keinginan mereka.

Kenapa sih orang tua bisa jadi toxic? Mungkin karena mereka terlalu berekspektasi tinggi tentang anaknya untuk menjadi seseorang yang sukses, tapi ekspektasi yang terjadi tidak sesuai dengan realita. Akhirnya mereka menjadi toxic untuk anak. Padahal anaknya masih dibawah usia 27 tahun. Budaya juga berpengaruh sih sepertinya. Tau sendiri kan di Indonesia masyaraktnya beberapa masih marginal. Jadi mereka akan melakukan investasi ke anak dengan harapan anaknya mampu untuk mengubah nasib mereka saat sudah dewasa. Tidak ada yang salah dengan persepsi ini. Akupun nanti kalau sudah punya anak berusaha untuk menjadikan mereka sukses. Tapi nggak dengan cara menjelma jadi toxic family.

Jack Ma pernah bilang ketika usiamu masih 25 tahun berkembanglah, buatlah cukup kesalahan, jangan khawatir untuk jatuh, kamu masih bisa bangkit. Andai banyak orang tua yang memahami hal itu.

Lucu juga kebanyakan orang tua di Indonesia sering menuntut anak untuk menjadi ini itu tapi sejak kecil tidak dibekali ilmu yang cukup. Cuman disekolahin aja di sekolah yang bagus. Pas udah gede ternyata nggak sesuai eksptektasi padahal udah merasa keluarin duit banyak buat sekolahin anak. Mau minta timbal balik malah anaknya nggak juga dapet kerjaan. Bahkan sering juga mereka ribut nggak jelas, nggak dukung anak secara moral dan spiritual, anak mau fokus belajar malah stress. Anak wajib solat tapi orang tua nggak mau solat. Berharap anaknya bisa menjadi penolongnya di akhirat sedangkan orangtua malas ibadah. Pas udah gede anaknya nggak mau pakek jilbab, jarang solat. Orangtua marah kecewa karena merasa udah bayar mahal guru ngaji dan sekolah islami yang mahal tapi anak lagi-lagi nggak sesuai ekspektasi. OMG mana mungkin pepaya mengashilkan strawberry hanya karena pohonnya tumbuh di kebun strawberry? Imposible.

Untuk kamu yang tumbuh di lingkungan toxic, tidak mendapat dukungan dari keluarga, harus berjuang sendirian tapi masih punya impian dan cita-cita. You are not stupid. You just in the wrong place. Tetaplah sayangi orang tua kita, buktikan kita bisa melewati ini semua dengan baik. Tapi berjanjilah suatu hari nanti untuk menjadi orang tua yang baik dan membangun keluarga baru yang jauh dari sebutan toxic family.

Kalau kamu punya kakak tapi sama saja nggak mau kasih dukungan ke kamu, biarkan. Ingat saja kebaikannya yang dulu pernah dikasih ke kamu even itu pas kamu kecil. Saat ini, kalau kamu punya adik jangan biarkan adikmu merasakan apa yang kamu rasakan. Cukup kamu yang nggak dapet kasih sayang dari kakak, adikmu jangan sampai. Berjanjilah untuk tidak peduli dengan ekspektasi orang lain padamu. Keep on your track. Keep on your dream. You are great. Semangat.

Lanjut besok lagi ya 🙂

Disclaimer : Cerita ini sebagian aku rangkum dari pengalaman beberapa temenku yang sering curhat ke aku.

FOR YOU
I hate it when people say, “they are still your family”.
Just because someone is your family doesn’t mean you have to keep them in your life if they are toxic.
Bloods means nothing sometimes.
Don’t let people guilt you into being in contact with someone who isn’t good for your mental health. (unknown)

2 thoughts on “TOXIC FAMILY?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *